Minggu, 04 Juli 2010

Drawing For The School (part 1)

by Yulia Rizki R.


Keke bukanlah anak kaya maupun anak berprestasi. berbeda dengan anak semuuranya, jika yang lain bermain bersama teman, maka Keke lebih suka menyendiri di bawah pohon mangga di tanah lapang milik pak Samad. ia suka menggambar sendiri di bawah pohon mangga yang sejuk dan tenang.
Keke mengerti dengan keadaan keluarganya yang miskin. Keke juga tahu, untuk membeli alat alat warna dan buku gambar, memerlukan biaya, maka setiap hari Keke hanya menggambar menggunakan sebatang lidi yang ia gores di tanah ataupun pasir.
terkadang Keke sedih melihat anak anak lain yang semuurannya. memakai seragam sekolah, memiliki banyak mainan, bisa jalan jalan kemana saja, bahkan untuk membeli alat alat merwarnai, hal mudah bagi mereka.
Keke juga manusia biasa yang tahu ia tidak sempurna. ia bisa menerima semuanya. walaupun, itu sangat sulit baginya.
"Keke, main petak umpet yuk!" ajak Ranum di siang hari yang mendung. Keke tak menjawab. ia masih asyk dengan gambarnya yang hampir selesai.
"Keke!" gertak Ranum. Keke menengok ke arah Ranum dan menggeleng kepalanya.
"masih seru nih," jawabnya sederhana.
"ih, Keke! dari kemarin gambar terus, apa nggak bosen?" tanya Ranum heran. Keke menggeleng kepalanya. "main dengan yang lain saja," kata Keke.
"ya sudah, kalau kamu tidak ingin bermain." jawab Ranum pasrah.
begitulah sifat Keke untuk mengusir rasa irinya pada yang lain. jika Keke diajak Ranum untuk bermain, biasanya, Ranum akan memamerkan kecantikan dan kekayaannya. walaupun begitu, banyak teman yang mendekatinya karena selalu mentraktir teman temannya.
hari sudah sore. langit tampak cerah. denagan matahari yang mau tenggelam, Keke sudah menyelesaikan gambarnya. pak Somad hanya geleng geleng kepala melihat Keke belum juga pulang.
"Keke tidak pulang?" tanya pak Somad.
"nanti saja, kalau matahari sudah terbenam." jawab Keke.
"gambarnya pak Somad hapus nggak apa apa?" tanya pak Somad.
"hapus saja. nggak ada gunanya kok." jawab Keke santai. "pak, enak nggak sih jadi orang kaya?" tanya Keke membuat pak Somad tertegun.
"memang kenapa?" tanya pak Somad.
"habis, melihat Ranum bisa beli alat gambar, memuat Keke iri,"
"kaya itu memang enak, tapi, apa gunanya jika kaya diluar tapi tak kaya di dalam." jawab pak Somad sambil menyapu tanah lapangnya. " sudah, pulang sana. nanti orang tuamu mencari lho." kata pak Somad yang menyudahi menyapu. Keke ingin santai sebentar lagi. menikmati udara sore dan matahari yang terbit di bukit tanah lapang milik pak Somad.
hari sudah pagi. anak anak sudah bersiap dengan seragamnya. merah untuk celana atau rok mereka, dan putih untuk baju mereka. ditambah dengan dasi merah dan topi merah. membuat mereka menjadi sangat rapi. dan juga tas yang ada di punggung mereka.
itulah yang dilihat Keke setiap pagi saat membantu orang tuanya memindahkan dangangnya ke depan rumah. rasa iripun terbentuk di dalam hati Keke. tapi, Keke harus sabar. walaupun ia tak sekolah, tapi, bukankah ilmu dapat dicari dimana saja? maupun dibuku ataupun dengan berinteraksi dengan yang lain. asal ada kemauan, semua pasti bisa.
selembar kertas putih dan pensil tergeletak di depan Keke saat memindahkan gorengan ke depan. senyum cerah menggembang di pipi Keke. langsung diambilnya kertas putih dan pensil itu. ia berlari ke arah lapangan. ia ingin menggambar sesuatu di kertas itu. rasanya sangaaat indah. berbungan bunga, seperti ingin melayang. walau hanya selembar kertas putih.
Keke mulai menghayal tentang matahari terbenam kemarin. ia langusng mengambil pensil dan membuat sketsanya. lalu ia tebalkan dengan pensil dengan warna hitam lebih tebal. dan jadilah sebuah gambar yang sangaaat indah. Keke terseyum puas dengan hasilnya. andai, ia bisa mengirimnya ke pak Presiden. rasa sangaat senang. jika gambarnya dilihat pak Presiden Indonesia.
"Keke ngapain?" tanya pak Somad ketika melihat Keke sedang tersenyum sendiri sambil melihat langit. tiba tiba, ia mendapat sebuah ide yang cemerlang.
"pak Somad, bisa bantu saya nggak?" tanya Keke riang.
"apa?" jawab pak Somad.
"bisa kirimin ini ke pak Presiden?" tanya Keke sambil menunjukan hasil karyanya.
"wah, kalau ke pak Presiden sih, bapak nggak bisa. tapi, kalau ke lomba, bapak bisa," jawab pak Somad.
"ya sudah, kelomba saja. tolongnya pak Somad. cuma bapak harapan satu satunya Keke untuk bisa bersekolah." mohon Keke. pak Somad tertegun kaget.
"memang Keke mau sekolah?" tanya pak Somad.
"iya, Keke mau sekolah jika menang lomba," jawab riang Keke.
"ya, sudah kalau begitu. pak Somad kirim ya. tapi, kalau menang, kasih sedikit saja," tawar pak Somad.
"iya, deh," jawab garing Keke.
"pak Somad cuma bercanda kok," jawab pak Somad.
sebulan kemudian pak Somad mengabarkan kalau sudah ada hasilnya. Keke diberikan amplop coklat yang isinya hasil lomba. Keke tak sabaran untuk membuka hasilnya dan ...
Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar