Minggu, 04 Juli 2010

Tidak Mengharapkan Hadiah

by Prima Nikita

Minggu depan di sekolah SD Nusantara akan mengadakan sebuah acara yaitu Pentas Seni. Semua anak yang bersekolah disana sangat senang karna adanya acara itu, kecuali Didi. Didi anak kelas 5 SD ini menganggap acara itu sebuah acara yg tidak penting. Dia lebih baik santai santai dirumah dari pada ikut acara itu. Sepulang sekolah tadi, Didi langsung masuk saja kerumah tanpa mengucapkan salam. Dia menaruh sepatunya di rak dan langsung menuju kamarnya. Dikamarnya ditaruhnya tasnya dimeja belajarnya lalu ia mengganti baju sekolahnya dengan baju biasa. Ibunya sedang menyiapkan makan siang di dapur. Setelah selesai menyiapkan makan siang, ibunya memangggil Didi.
" Didi, Didi...., makanannya sudah siap!" panggil Ibu pada Didi
" Iya, Bu sebentar!" jawab Didi
" Ayo, cepat keburu makanannya habis dilahap semua sama Kak Zuzu!" kata Ibu meledek
"Ah, Ibu ah! Mana mungkin aku bisa mengahabiskan makanan ini!" kata kakaknya Didi yg bernama Zuzu
" Hahaha.... Ibu cuma meledek! He he he...." kata Ibu sambil tertawa kecil
Tak beberapa kemudian Didi datang....
" Menu makan siang kali ini apa bu?" kata Didi
" Cuma sederhana! Nasi, Ayam goreng, dan sayurnya........." jawab Ibu menjelaskan kepada Didi
" STOP! Sayur tidak usah disebut bu" kata Didi yg tak suka makan sayur
" Baik!" jawab Ibu
Sementara kakak Didi sudah makan dengan enaknya.
" Didi, Ibu dengar disekolahmu akan mengadakan acara ya? acara apa itu?" tanya Ibu
" Ya.... tidak penting! Hanya acara acara perlombaan dapat hadiah dan ya sudah!" jawabnya dengan tidak perduli
" Lho, kok kamu gitu jawabnya Didi?" tanya Ibu heran melihat tingkah laku anaknya
" Memang benar kok, Bu acara itu tidak penting!" jawabnya dengan santai
" Emangnya, kamu nga ikut apa apa? lomba apa gitu?" kata kakaknya
" Males, ngapain ikut! Masi mending kalau hadiahnya bagus, ini sudah murah cepat rusak pula itu" katanya dengan tidak sopan
" Hm.... kok kamu begitu! Masi mending kamu dikasih hadiah kalau nga? mau apa kamu?" kata kakaknya sebel dengan kata2 Didi
" Nga mau apa apa! Emang ada urusan sama kamu? Aku mau ikut lomba apa nga?" jawabnya dengan kasar kepada kakaknya
" Sudah, sudah! Janagan bertengkar! Tidak baik!" kata Ibunya melerai pertengkaran mereka
" Didi duluan sih bu! Jawabnya kasar sekali! Tidak sopan!" kata kakaknya
" Kamu tuh! Suka suka aku dong aku mau ikut lomba apa nga?" kata Didi yg menyalahkan kakaknya
" Sudah cukup!" kata Ibu yg merelai lagi
" Bu, aku sudah selesai makannya! Aku kekamar dulu ya!" kata kakak
" Iya, tp jangan lupa cuci piringmu dulu!" kata Ibu
" Baik, bu!" jawab kakak
Sementara Didi masih melanjutkan makannya.
" Didi kenapa kamu tadi begitu kasar menjawab kepada kakakmu?" kata Ibu
" Hm.... dia duluan sih tanyanya kasar!" jawab Didi
" Ibu tidak mendengar kata2 kasar dari pertanyaan kak Zuzu!" kata ibu lagi
"Terserah Ibu deh!" jawabnya
" Kamu yg jawabnya kasar! Ditanya baik baik kamu jawabnya kasar! Emang kenapa sih dengan acara disekolahmu itu, spertinya kamu tidak perduli?" kata Ibu
" Kan sudah aku katakan Bu,,,,,,,,, acara itu tidak penting!" jawabnya
" Apa kamu tidak ikut lomba sperti yg ditanyakan kakak tadi?"
" Hm........ Tidak bu!"
" Kenapa kamu tidak mau ikut?"
" Males, ah bu! Lagian pun, ikut lomba sama saja! Tidak ada gunanya juga!"
" Lho, lho, lho? Kok sama saja dan tidak ada gunanya?"
" Ya, iyalah bu! Bayangkan saja ya, kita ikut lomba capek capek tp kecapean kita itu tak sebanding dengan hadiah yg kita dapatkan! Iya, kalau menang! Kalau kalah?"
" Ya, ampun Didi! Jd kamu mempersalahkan hadiahnya? Jd kamu mengharapkan hadiah atau imbalan jika kamu sudah melakukan sesuatu? Didi dengar Ibu ya nak! Jika kita ingin menolong orang dengan baik janganlah mengharapkan imbalan dari orang itu dan jika kita memang ingin mendapat hadiah dari hasil jerih payah kita jangan lihat dari hadiahnya tp lihat dari keiklhasannya memberi hadiah!" kata Ibu menasihati Didi
" Jadi begitu ya Bu? kalau kita mau menolong orang janagn menharapkan imbalan dan jika kita mau mendapatkan hadiah jangan lihat hadiahnya tp lihat keiklasannya memberi hadiah!" kata Didi mengerti
" Iya, Didi! Sekarang Didi sudah tau kan?"
" Iya, bu! Ternyata selama ini Didi sudah salah paham! Didi pikir hadiah itu harus sebanding dengan jerih payah kita! Ternyata tidak! Maafkan Didi bu" kata Didi yang merasa bersalah
" Iya, Ibu sudah memaafkan Didi! Dan mulai sekarang Didi harus berjanji Tidak mengharapkan hadiah lagi ya? Walaupun Didi sudah membantu orang ataupun menang lomba! Oke?"
" Baik, Bu! Didi berjanji Didi TIDAK MENGARAPKAN HADIAH LAGI mulai sekarang! Walaupun Didi sudah membantu orang ataupun menang lomba! Didi berjanji!" katanya dengan janjinya yg tidak mau mengharapkan hadiah lagi
" Bagus, anak Ibu pinter! Ayo cepat selesaikan makan siangnya!"
" Baik, Bu!"
Nah, teman teman dari cerita ini kita dapat menyimpulkan bahwa kita TIDAK BOLEH MENGHARAPKAN HADIAH walaupun kita sudah membantu orang atau menang lomba. Pasti salah satu dari temen temen juga pernah begini kan? Disuruh Ibu ke warung pasti harus ada imbalannya? yaitu uang jajan? he he.... ya sudah nga apa! Yang penting jangan diulangi lagi ya! Sekian dulu cerita dariku....

Drew For The School (Part 14)END

by Yulia Rizki R


Keke dan Ranum, menunggu agak lama. bersama orang orang penduduk sekitar, menunggu Presiden keluar. sudah hampir 30 menit, Presiden, belum juga keluar.matahari, sudah di ufuk barat. angin sepoy sepoy, berhembus, disekitar Keke.
saat itu juga, pak Lurah keluar bersama seseorang yang ditunggu tunggu Keke. pak Presiden. Keke menggemgam erat. gambarnya, yang berada dalam kantong palstik. jantung Keke berdebar sangat kuat. rasanya seperti mau mati.
Presiden bersalaman dengan pak Lurah. setelah itu, ia masuk ke dalam mobilnya. orang orang yang serempak, langsung menuju mobil pak Presiden. begitu pula Keke. banyak orang, yang ingin ketemu langsung dengan Presiden. semua orang langsung menggerogoti mobil pak Presiden, sekaligus dihalang oleh S.P, dan juga beberapa polisi. terlihat juga,beberapa motor dan mobil polisi, berjalan lebih dulu. mobil Presiden, tepat berada di tengah.
melihat mobil Presiden melaju Keke langsung ebrtekad mengejarnya. ia sudah siap dengan ancang ancangnya. dan berlari.
"aku mau ke tempat parkir, nanti aku nyusul. kamu, duluan!" teriak Ranum, langsung lari ke arah sebaliknya. Keke mendengarnya, dan mengacungkan 'Jempol', yang bertanda, "SETUJU".
"Keke, jangan menyerah!" suara Mikka, terdengar jelas sekali di telinga Keke. "aku, berdoa sepenuhnya! untuk keberhasilanmu! tenang saja!" lanjut Mikka. membuat Keke 100% semangat.
Keke terus mengejar mobil pak Presiden. berharap, untuk bisa menggenggam langit biru. ia sudah bertekad. apapun yang terjadi. Keke menerobos barisan orang orang yang berada dipinggir jalan. mereka, ingin melihat, Sang Pemimpin Negara. orang orang terus berkumpul, disepanjang jalan, yang mana Presiden lewati. Keke teru menerobos orang orang itu. terkadang juga melompat. untuk memastikan, bahwa ia masih berada dalam jangkauan mobil Presiden.
hingga akhirnya, barisan orang orang, sudah berakhir. mereka memasuki jalan aspal yang mulus. Keke terus berlari. para polisi, yang menaiki motor atau mobil, melihat seorang gadis cilik, dari kaca spion, terus mengejar mereka. tapi, mereka tak menghiraukannya. Keke hampir tertinggal dari jangkauan Presiden. ia berusaha lari sebisa mungkin.
seorang Pria, gagah dan berwibawa, memakai jas hitam, kemaja putih bergaris hitam yang tak tampak, dengan dasi merah, juga melihat seorang gadis dari kaca Spion. terus berlari, mengerjar, mobil yang ia tempati. rasa heran-pun, muncul dibenaknya. ada apa dengan anak ini? Ia-pun, menganggat tangannya. bertanda, berhenti-kan mobil. saat itu pula, sang sopir, langsung menghentikan mobil. begitu pula barisan mobil yang lari.
Keke mengembangkan senyumnya. ia berlari, pada sebuah mobil mewah berwarna hitam legat. sedikit demi sedikit. kaca terbuka. walau hanya seperempat dari keseluruhan.
Keke langsung memberikan sebuah gambar, yang ia buat, dari kaca yang terbuka.
"siapa, namamu?" tanya-nya, begitu gagah, dan terhormat.
"Keke. impianku bersokolah. saya tidak bisa sekolah, karena saya anak miskin. saya ingin tahu, bijaksanakah, Anda? kalau Anda bijaksana, bisakah Anda menyekolahkan kami? kami yang tidak bisa sekolah?" ucapan it keluar begitu saja. Keke tidak merencanakan itu semua. yang ia ingat dari kata kata tersebuta, yang ia ucapkan dengan sadar hanyalah, 'Keke'.
Pria itu, Pria yang disebut sebagai Kepala Negara tersenyum tipis. ia mengangguk pelan. sambil sedikit ingin, tertawa. Keke mengembangkan senyumnya, lebih lebar dari biasanya. akhirnya, Keke bisa menggenggam langit!
mata Keke mulai berkunang kunang, tapi, senyum Keke belum memudar. Keke-pun hilang kesadaran, karena kurang tidur, sekaligus sangat senang...
***
saat Keke bangun, ia sudah ada dalam kamarnya, orang tuanya, terharu melihat perjuangan anak satu satunya. ibunya menangis haru. sedangkan ayahnya, tersenyum bangga di depan Keke.
Keke mengenakan seragam barunya. wangi, itulah yang dicium Keke. inilah tanda kemenangan. dengan akhir, yang membahagiakan.
Keke langsung beranjak dari kamarnya. melihat Ranum beserta beberapa temannya, yang senasib dengan Keke, memakai seragam baru, dan wangi. Keke tersenyum pada mereka.
"ayo, jalan!" ajak mereka.
Keke tersenyum. merekapun pergi dari rumah Keke. diperjalanan, mereka asyik berbincang tentang perjuangan Keke, untuk menggapai cita citanya. rasanya, Keke sangat senang. saat melewati kebun pak Samad, Keke melambaikan tangannya.
"pak! selamat pagi, dilembar yang baru!!" sapa Keke bersemangat. pak Samad membalasnya dengan senyuman ramah, sambil melambaikan tangannya.
mereka-pun melanjutkan perjalanan. saat sampai di sekolah, Keke langsung memulai pelajaran, dengan berbunyinya dentang bel, yang menggema, disekitar sekolah.
beberapa dari teman sekelas Keke tertidur. rasanya juga. Keke seperti ingin tidur. angin masuk melewati jendela, yang tanpa kaca itu, mungkin itu penyebabnya. saat itu pula, Keke tertidur sambil tersenyum. rasanya seperti ingin mati.perlahan lahan, Keke pergi meninggalkan dunia yang Fana ini..
(END)
(gambar yang dbuat Keke, adalah gambar, dimana ia dan teman temannya, yang senasib dengan Keke, bisa memakai seragam sekolah. sambil bergandengan tangan. dan latar belakangnnya adalah, sekolah yang baru.)

Pesan dari Pengarang: huaaaaa... akhirnya, tamat juga... akhir yang menyedihkan. Keke harus pergi meninggalkan dunia ini. rasanyaaa.. ingin banget menangis....
terharu, oleh karya sendiri. aku ada pertanyaan. kira kira, apasih, makna yang terkandung dalam cerita Drew For the School?? yang bisa jawab, pasti hebat!

Drew For The School (part 13)

by Yulia Rizki R

mobil terus melaju. Keke sudah betekad, ia akan bertemu presiden. sekarang, Presiden, ada di kota besar, di balik gunung. menumpang, dengan kendaraan milik, Ranum. Keke selalu memandang langit.
apa yang akan di tanyakan oleh Presiden, nanti? apa yang akan Keek ucapkan pertama kali? apa yang akan Keke lakukkan, jika bertemu pak Presiden? dan masih banyak pertanyaan yang lainnya.
ia terus menggenggam erat, gambar yang sudah ia selesaikan. Ranum, yang dari tadi, sibuk mencari ide, bagaimana caranya, agar Keke bisa bertemu Presiden, tak kalah pentingnya.
tinggal 4 jam lagi. ya, empat jam lagi, Keke akan bertemu Presiden, di kota besar, di balik gunung. rasanya, berdebar debar. bertemu dengan, orang nomor 1 se-Indonesia. apalagi, ini pertama kalinya, untuk orang desa. tapi, pertanyaan selanjutnya adalah, "apakah pek Presiden, akan berebaik hati, melihat gambar Keke, dan menyekolahkan Keke? dan, apakah Presiden, sebijaksana itu?" mungkin, Presiden, tak akan bisa mengerti perrasaan orang orang kecil. ataukah, sebaliknya?
Keke menghapus, semua rasa itu. rasanya mengerikan, jika harus membayangkan seperti itu. rasanya seperti, Keke itu adalah, Orang Kotor dan Paling Miskin, se-Indonesia.
sang sopir, terus mengendalikan Stir. sambil berkonsentrasi, dengan apa yang ada didepannya. jam sudah menunjukkan, jam 11, pagi, menjelang siang. matahari makin meninggi, dan memanas.
"menurutmu, apakah, pak Presiden, akan berbaik hati, melihat gambarku?" tanya Keke, yang, mencoba mencari topik, agar perjalanan ini, tak sepi.
"menurutku 'ya'. dan pastinya, kau akan sekolah!" jawab Ranum, yang sepertinya sangat mantap.
"kuharap, juga begitu.." jawab Keke. mengakhiri perbicaraan.
waktu terus berlalu, hingga akhirnya, Keke sudah menginjakkan kainya, si kota Besar di bail gunung. matahari sudah ada di barat. hampir tenggelam. sebenarnya tidak, tapi, langit, masih cerah.
saat melawati pasar, terlihat, segerombolan orang, mengelilingi, sebuah toko. Keke penasaran, tapi, Ranum, justru, mengalihkan pandangan Keke ke arah sebuah Restorauran, yang ada di pinggir pasar. mau tak mau, Keke harus makan. untuk tenaganya.
selesai makan, banyak orang yang bicara tentang datangnya pak Presiden tadi. Keke sedikit menuping bersama Ranum. dan mendapatkan sedikit informasi, bahwa, pak Presiden, 30 menit lagi, akan pergi. dan saat ini, Presiden, sedang ada di kantor Lurah.
langsung saja, Keke dan Ranum, pergi ke kantor Lurah, yang agak jauh, dari tempat Keke dan Ranum berada.
terus berlari. sepertinya, langit biru, benar benar akan digenggam Keke. sebentar lagi, Keke akan mengenakan seragam merah putih. Keke berlari sekencang mungkin. hingga Ranum ia balap. tetapi, saat berada di kantor Lurah, berbagai Pengawal, sudah berjaga, di depan pagar. Keke dan Ranum berpandangan. bagaimana bisa ia bertemu Presiden??
Bersambung...
(NB: Cheapter selanjutnya, adalah Ending dari kisah Drew Fot the School, mohon dibaca dan diberi komentar...(maph, bila ada salah kata))

Drawing for The School ( part 12)

by Yulia Rizki R

(NB: maaf sbelumnnya ada kesalahan kata, skali lg, maaaaaff...)
Keke, sedang bersanti di atas bukit, di belakang pasar. rasanya aneh. bisa bersantai di bukit ini. bisa melihat desa tempat tinggal Keke, bisa melihat sekolah yang berada di desa Keke, dan yang paling istimewa, dan yang paling membuatnya bahagia, bukit milik pak Samad. mungkin, pak Samad tidak bisa melihat Keke disini. Keke juga hanya bisa emlihat pak Samad, sangat samar samar. seperti di tutupi kabut tebal, saat kita melihat gunung.
Ranum, yang berada di samping Keke, menawarkan Keke sabuah roti, untuk sarapan. Keke tersenyum malu, sambil melahap roti itu. angin sejuk yang menerpa mereka, sangatlah nyaman. begituuu nyaman. seperti kasur kasur sang Raja. bahkan lebih.
"ngomong ngomong, bagaimana caranya, kau kenal Mikka?" tanya Ranum, yang telah lebih dulu menghabiskan rotinya.
"aku bertemunya, di bukit milik pak Samad." jawab Keke sambil menelan rotinya, yang berada di tenggorokan.
"aku... aku, bersahabat dengan Keke." ucap Ranum, yang sepertinya masih ragu ragu untuk bercerita.
"jika kau tidak ingin cerita, lebih baik tidak,"
"bukan. bukan seperti itu. tapi, mengingat masa masa bermain dengan Mikka dan Bertha, sungguh pedih."
"Bertha? Bertha pernah bertemu Mikka. waktu itu, aku sedang berada di pinggir sungai." jelas Keke, yang sudah menghabiskan rotinya.
"sungai itu, bukti bisu, saat pertama kali, Bertha bertemu Mikka. tepatnya, 4 tahun yang lalu. saat itu, Bertha sedang menangis, setelah ditinggal ibunya. waktu itu, Mikka baru datang dari kota. Mikka menghibur Bertha. setelah itu, Bertha mengenalkan Mikka padaku. pertamanya, aku kurang yakin. ia lebih tua satu tahun, di banding kami. dan juga, Mikka dari kota. dan akhirnya, aku percaya, setelah, Mikka mengajakku main. ia seperti kakak. kakak, yang turun, dari langit. ia baik, cantik, anggun, dan menawan. ia juga sangat pintar..., tapi" kata kata Ranum terputus disitu. Ranum mulai menitikkan air matanya. Ranum tak kuat dengan apa yang harus ia katakan, selanjutnya.
"tapi, Tragedi itu terjadi. saat kami bermain, di bukit pak Samad, sama seperti-mu. kami bertengkar hebat. entah apa yang ada dalam pikiran kami. Bertha yang marah besar, aku yang menangis karena tak kuat, dan Mikka yang tertunduk bersalah. berkali kali, Mikka berkata ' tolong, maafkan aku, tolong!' tapi, kami. tak bisa memaafkannya karena masalah sepele. dan aku berkata dengan kasar, 'lebih baik mati saja!!', saat itu pula, Bertha mendorong Mikka. hingga jatuh Ke jalan. tapi, dijalan itulah, Mikka harus meninggalkan kami. ia tertabrak mobil yang sedang melintas, jalan Desa." Ranum menangis. ia tak bisa melanjutkan ceritanya. Keke mengerti. mungkin, sangat berat bagi Ranum. ditinggalkan, oleh sahabatnya sendiri.
"padahal, padahal hanya bunga, bunga persahabatan, dan tidak sengaja, Mikka mendudukinya, padahal.. jika aku tak berkata seperti itu.. mungkin...." Ranum tak bisa menghentikan tangisnya.
"menembus langit biru," ucap Keke tiba tiba. "itulah harapanku. impianku adalah, bersekolah. seperti layaknya kalian. mendapat sahabat, bermain bersama. aku ingin itu." Keke menggangkat tangannya tinggi tinggi. lalu, mengepalkan tangannya. yang bertanda semangat. Ranum melihat Keke. di mata Ranum, Keke seperti Mikka yang ke-dua. "ayo, menggambar!" ajak Keke sambil tersenyum, memberikan semangat, pada temannya."setelah itu, kita bertemu Presiden!" tekad Keke bulat. seperti bulan. Ranum tertegun kaget. pertama kali ia, bertemu orang seperti Keke. tapi setelah itu, ia tersenyum.
Bersambung...

Drawing For The School (Part 11)

by Yulia Rizki R

Ranum membawa Keke entah kemana. dalam hati Keke, terdapat ketakutan. ia takut, Ranum akan dihajar, oleh Ranum. tapi, Ranum, terus berlari, sambil mencengkram tangan Keke kuat kuat.
Keke sudah berada di belakang pasar sekarang. tapi, Ranum, terus berlari. makin lama, jalan makin menanjak. semakin menanjak. seperti gunung. jalan-pun, menjadi sangat berbeda semakin ke atas. makin ke atas, makin berumput.
kerna tak mengerti, Keke hanya mengikuti arah Ranum. entah mau di bawa kemana. cahaya matahari makin meninggi. makin silau dan terang. hingga akhirnya, Ranum dan Keke berhenti di suatu tempat.
"bukit...," ucap Ranum.
"apa?" tanya Keke kurang mengerti.
"kau harus lihat. jika kau ingin menggambar!" Keke melihat ke arah depan.
matanya terbuka lebar melihat apa yang ada di depannya. Keke mulai berjalan ke arah depan. ini pertama kalinya ia bertemu hal yang seperti ini.
Bukit seperti halnya milik pak Samad.
bukit yang mirip seperti itu. mirip sekali. dan.. ada sebuah kejutan lagi. desa tempat tinggal Keke, bisa terlihat dari sini. terlihat juga dari sini, sekolah di desa Keke. sekolah yang sudah rapuh dan tua. itulah skolah satu satunya, di desa Keke. bukit di tanah lapang pak Samad-pun, bisa terlihat. ini merupakan kejutan, yang tak ternilai harganya.
Keke melihat Ranum.
"bagaimana bisa, kau temukan tempat seperti ini?" tanya Keke sambil turun ke bawah bukit.
"kebetulan, hampir setiap minggu, aku selalu ke pasar ini." jawab Ranum.
"oh, iya! ada pesan dari bibi Linda," ucap Keke, Ranum tertegun kaget.
"kau kenal kak Linda??" tanya Ranum. "berarti, kau kenal Mikka?" Keke mengangguk.
"katanya, jangan khawatir." Keke menyampaikan pesan dari bibi Linda untuk Ranum.
"sepertinya kau harus menggambar.." Ranum mengganti topik pembicaraan.
"kenapa?"
"karena, lihat belakangmu!" perintah Ranum.
Keke menengok ke arah belakang, dan melihat sebuah keajaiban..
Bersambung....

Drawing For The School (Part 10)

by Yulia Rizki R

sinar matahri pagi, mulai terasa di tubuh Keke. rasanya hangat. pagi ini, cita cita Keke akan terwujud. rasanya bahagia. seperti terbnag di angkasa. bahkan lebih. ini seperti kemenangan dalam piala dunia.
toko toko di pasar sudah mulai buka. mulai banyak orang yang berlalu lalang sekitar jalanan. ada yang membawa sayur dari desa, hewan ternak dari kota, atau sebagainya. Keke mungkin belum terbiasa dengan keadaan ini. ini pertama kalinya Keke mengembara ke kota.
Keke mulai bangkit dari dari Masjid. ia berjalan mencari toko alat tulis, yang masih buka. Keke mulai berjalan ke arah timur. ke arah matahari pagi, datang. sedikit silau, tapi, sangat hangat. makin ke timur, makin hangat.
Toko Sanjaya
itulah nama toko yang tertera dalam sebuah papan.
mejual perlatan tulis,
kata selanjutnya, dibawah nama toko tersebut..
dan mewarnai.
Keke melebarkan senyumnya. langsung masuk ke dalam toko yang baru buka. sang pemilik toko, maish sibuk dengan barangnya, yang baru masuk, dari kota. masih dalam keadaan pagi. sang pemilik toko memindahkan barang barang yang ia pesan dalam gudang. melihat Keke yang datang, sang pemilik toko tersenyum tipis.
"mau beli apa?" tanyanya.
"crayon, alat mewarnai." jawab Keke polos.
"mau yang berapa? 12, 24, 36..??"
"yang paling murah, yang mana?"
"yang 12, harganya 20 ribu, yang 24, harganya 39 ribu."
Keke mengambil uangnya. didalam kantongnya, ada sekitar, 40 ribu. jika Keke membeli yang 12, maka akan tersisah, 20 ribu, tapi, jika keke membeli yang 24, maka sisanya ada seribu.
jika Keke berfikir kedepan, bagaimana cara ia makan, bertahan hidup dll, maka Keke harus membeli yang 12. bukan 24. walaupun, uangnya cukup.
"12," jawab Keke. sang pemilik toko langsung membuka salah satu kardusnya. dan mengambil sebuah crayon. Keke tersnyum. sangat bahagia. rasanya seperti melayang layang.
Keke memegang alat warnanya. seperti memegang tongkat emas. ini pertama kalinya untuk Keke. Keke memasukkan crayonnya, dalam kantong plastik. begitu pula kertas dan pensil warnanya.
sambil memberi uang yang pas, Keke langsung berlari. tapi, larinya terhenti ketika melihat Ranum ada di depannya. Ranum melihat Keke membawa alat warna. dan sepertinya Ranum terkejut.
"Keke?" tanya Ranum.Keke melangkah mundur satu langkah apakah Ranum akan menyakiti Keke?
"ikut aku!" ajak Ranum sambil menarik tangan Keke. apa yang akan terjadi??
Bersambung..

Drawing For The School (Part 9)

by Yulia Rizki R


sambil melahap nasi, dengan ayam, dan sebuah tempe goreng di warteg, di tengah kota kecil. Keke merasa teringat, dan sedih jika memakan tempe goreng itu. teringat akan ibunya, yang sudah lama, terkurung dalam kemiskinan. Keke juga sedih, akan hutang hutang, yang belum dibayar orang tua Keke, dari dulu.
kemiskinan, memang sering menjerat warga desa terpencil. seperti halnya kami. rasanya sangat pedih, tapi, bahagia. namun, jika harus mengulang ingatan pedih, tentang hutang hutang yang belum terbayar, rasanya mati.
makanan yang diberikan wanita yang bernama Linda itu, sangat berharga bagi Keke. jarang sekali Keke bisa makan nasi dengan ayam. apalagi, di jaman yang apa apa sulit ini. rasanya senang. walau hanya sebuah makanan.
"namamu siapa?" tanya Linda.
"Keke." jawab Keke polos sambil meminum air tehnya.
"Keke? ibumu, Sutisna?" tanya Linda. Keke mengangguk sambil meneguk minumannya.
"sampaikan salam, dari Bibi Linda, untuk ibumu."
"kenapa, Bibi, bisa tahu tentang ibu?" tanya Keke.
"dulu, waktu kamu baru lahir, aku kenal baik dengan ibumu. tapi, sekarang, kami sudah jarang bertemu." jelas Linda. atau, bibi Linda. "sudah ya. kau sudah sampai di kota." pamit bibi Linda, langsung pergi meninggalkan Keke. sebelumnya, bibi Linda sudah membayar makanan, yang mereka makan.
Keke mengangguk mengerti, dan melanjutkan makannya. walau hari sudah gelap, dan Keke tak tahu, harus tidur dimana, Keke tetap harus melanjutkan perjalanannya untuk mencari toko alat tulis, yang buka.
Adzan menggema, di seluruh kota. Keke melihat Masjid yang kukuh, berdiri di depannya. Keke tersenyum. mungkin saatnya untuk istirahat, dan Curhat, kepada Tuhan.
berikanlah aku kekuatan, untuk mengapai langit biru. berikan aku kesempatan, untuk menggenggam langit biru. beri aku sedikit kenikmatan, untuk menggapai cita citaku. berikan aku kasihmu, agar aku sehat selalu. Tuhan-ku, aku ingin seperti mereka. bersekolah, dan mendapat sahabat. diberikan kesempatan, untuk membahagiakan orang tua. di berikan kenikamatan, untuk bermain seperti anak biasa. tak perlu berjuang keras, mereka hanya perlu membaca buku, yang sudah disediakan. tak perlu memikirkan biaya, mereka sangat senang. tersenyum cerah. aku ingin seperti mereka. bisa bahagia bersama orang tua. bisa pergi kemana mana. berpetualang, seperti angin. Tuhan, kabulkanlah Doa-ku. Amin...

Hari mulai pagi. walau udara masih dingin, dan juga gelap, tapi, sebentar lagi, matahari kan menyinari bumi. Keke, yang tidur di depan Masjid, dibangunkan oleh penjaga Masjid untuk Sholat Subuh.
setelah Sholat, dan ber-Doa kepada Tuhan. Keke menghitung uangya. dan, ia masih bisa melihat kertas yang ia lipat, masih bersih, juga pensilnya. Keke sangaat semangat. sebentar lagi, ya.. sebentar lagi!
Bersambung...